Sabtu, 14 Juli 2018

Aku Bisa Jatuh Cinta Kepada Siapa Saja

Hasil gambar untuk simbol cinta opensource


Aku bisa jatuh cinta kepada siapa saja
Kepada awan yang meneduhkan
Kepada matahari yang selalu berseri di waktu pagi
Kepada bulan dan bintang yang kerap bersembunyi di langit malam

Aku bisa jatuh cinta kepada siapa saja
Kepada hujan yang menenggelamkan
Kepada badai yang membantai
Kepada ombak yang menabrak

Aku bisa jatuh cinta kepada siapa saja
Kepadamu,
atau kepada setangkai bunga layu
di samping pangkuanmu


HeLP (28 Februari 2018)

Minggu, 18 Maret 2018

Tentang Batas

Foto: @GSP, 16 Maret 2018


Senjakah yang membatasi persahabatan siang dan malam?
Saat siang hari, trotoar jalan menjadi tempat parkir
Saat malam hari, trotoar jalan dipaksa menjelma menjadi lahan pedagang kaki lima
Jadi, di mana letak batas antara kendaraan berlalu lalang dan pejalan kaki yang kian malang?

Pantai adalah ujung pulau yang selalu berpagut dengan laut
Nelayan berangkat melaut di malam hari, pulang sebelum pagi
Apa benar pagi yang membuatnya harus kembali?
Atau karena pantai, batas rindu kepada anak istri?

Dosakah jika aku menertawai tangismu?
Asingkah aku jika menangisi tawamu?
Tertawa dengan menelanjangi wanita jalang
Menangis dengan menelanjangi istri orang

Batas ...
Aku tak akan pernah mengenal itu
Sebab, pelangi hanya dipercaya memiliki 7 warna
Dan tak ada yang peduli, ada apa di antara merah dan jingga

-HeLP-
17/3/2018



Rabu, 22 November 2017

72 Tahun Indonesia Merdeka: Sekilas Perjalanan Pendidikan di Bumi Indonesia


Oleh: Hendra Laksana Putra

“Pendidikan adalah salah satu wajah dari sebuah bangsa yang paling cepat mengalami perubahan. Karena pendidikan merupakan aspek yang menjadi penyebab dari perubahan itu sendiri. Perubahan demi perubahan itu meliputi penghapusan, penggantian, peningkatan, sekaligus penyesuaian suatu generasi terhadap keadaan yang dicita-citakan sebuah bangsa sesuai zamannya.”
-ooo-
72 tahun yang lalu Indonesia memulai pengakuan kemerdekaannya. Tak hanya sekedar teriakan proklamasi, kemerdekaan benar-benar mulai dirintis di berbagai lini, termasuk pendidikan. Berbagai sejarah dapat kita nikmati sebagai masa kelam dan letih perjuangan republik ini dalam menyongsong pendidikan, salah satunya sejarah berdirinya Universitas Kerakyatan, Universitas Gadjah Mada (UGM).
19 Desember 1949, UGM lahir sebagai salah satu bukti kebangkitan pendidikan nasional di Yogyakarta. Bukan tentang perayaan dan ajang bangga-bangga alay yang perlu diperhatikan, tetapi tentang sejarah pendiriannya. UGM yang berdiri sekitar 4 tahun selepas proklamasi tentu memiliki kepahitan tersendiri. Salah satunya adanya agresi militer Belanda ke-2 yang mengakibatkan lumpuhnya Ibu Kota Indonesia di Yogyakarta waktu itu. Dan UGM mungkin menjadi saksi bahwa dalam suasana perang, pendidikan tak boleh dilupakan.
Kisah dari perjalanan pendidikan pasca kemerdekaan tentu berbeda dengan  30-an tahun setelahnya. Ya, orde baru. Bapak saya pernah bilang,”Jaman biyen iku enak le, tukang becak wae iso mangan enak. Ora koyo saiki, tukang becak angel. Wis ra payu. Sembarang yo larang (Dulu itu masih enak nak, tukang becak saja masih bisa makan enak. Tidak seperti sekarang, tukang becak susah. Sudah tidak laku. Ditambah semua serba mahal).” Mendengar penuturan bapak, saya hanya bisa menanggapinya dengan senyum di bibir dan secercah tanya di hati. Akan menjadi seperti apa Indonesia di zaman saya nanti?
Perkataan bapak saya itu mungkin saya dengar sekitar 10 tahun yang lalu. Dan sepertinya perkataan itu ada benarnya. Bapak saya lahir sekitar tahun 60-an. Artinya, masa pemerintahan Soeharto adalah warna yang paling banyak memengaruhi kehidupan beliau. Seperti kita ketahui bahwa banyak media yang memberitakan bahwa era Soeharto adalah era pembangunan besar-besaran di Indonesia. Sekaligus era hutang negara yang menggunung sebesar-besarnya. Tanpa ada media yang lekat di mata atau telinga, tentu informasi sangat minim terkait ini. Yang bisa dilihat hanya pembangunan di mana-mana, harga sembako murah, dan keamanan tingkat tinggi sekaligus pembungkaman opini. Maka sangat wajar jika penilaian rakyat terkait Soeharto hanya dari sisi indahnya saja. Seperti slogan sopir-sopir di jalan,”Penak jamanku to?”
Pendidikan seperti bukan hal yang diprioritaskan di orde baru. Satu-satunya yang baik dari orde baru adalah kesejahteraan ekonomi dan pembangunan yang diklaim cukup baik bagi sebagian rakyatnya. Pembangunan infrastruktur dan kestabilan ekonomi terlihat sehat waktu itu (menurut sebagian besar rakyat). Tetapi bagaimana dengan kesejahteraan para pembangun SDM-nya? Dan bagaimana nasib keberlanjutan dari SDM Indonesia waktu itu?
Lain cerita ketika reformasi 1998. Ketidaksiapan bangsa ini semakin terlihat jelas. Bahwa opini dibebaskan meluap (kebalikan orde baru). Tetapi fenomena krisis ekonomi juga membersamai teriakan rakyat yang katanya dari hati. Era itu memang sengaja disiapkan untuk meruntuhkan orde baru. Tetapi tak cukup terencana untuk menjalankan negara di waktu setelahnya. Siap mencopot, belum siap memasang.
Dampak dari pendidikan di orde baru sangat dirasakan ketika reformasi. Orde baru tidak diwarnai dengan kebebasan berpendapat. Opini dibungkam, pendidikan tenggelam. Proses berpikir hanya sebatas kajian, tak sampai pengutaraan. Ketika sudah tak tahan, reformasi menjadi pilihan. Dan tanpa pendidikan dan kesiapan yang matang, reformasi sangat mudah kebablasan.
-ooo-
Bagaimana dengan pendidikan Indonesia di tahun 2017 ini?
2 tahun setelah runtuhnya orde baru, 189 negara yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menghasilkan sebuah kesepakatan yaitu MDGs (Millenium Development Goals). MDGs diadopsi oleh 189 negara dan ditanda-tangani oleh 147 kepala pemerintahan dan kepala negara ketika konferensi tingkat tinggi di New York pada bulan September tahun 2000. Dan Indonesia merupakan salah satunya.
Target dari MDGs adalah untuk mencapai kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat tahun 2015. Untuk itu terdapat 8 poin target yaitu:
1.      menanggulangi kemiskinan dan kelaparan;
2.      mencapai pendidikan dasar secara universal;
3.      mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan;
4.      menurunkan angka kematian anak;
5.      meningkatkan kesehatan ibu;
6.      memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya;
7.      menjamin daya dukung lingkungan hidup; dan
8.      mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.
MDGs tersebut kembali menjadikan pendidikan sebagai aspek yang diprioritaskan dalam pembangunan sejak awal reformasi. Bahkan sebelum berakhirnya MDGs di tahun 2015, Indonesia telah membumikan wajib belajar 9 tahun. Artinya, pendidikan Indonesia sudah memenuhi kebutuhan pendidikan dasar 9 tahun. Tetapi untuk wajib belajar 12 tahun, sepertinya masih diperlukan usaha yang jauh lebih keras lagi. Terlebih untuk pendidikan tinggi.
            Akhir tahun 2015 lalu merupakan ujung waktu dari kesepakatan MDGs dan awal dari sebuah platform baru yaitu SDGs (Sustainable Development Goals). Saat itu sebanyak 193 negara anggota PBB mengadopsi secaara aklamasi dokumen berjudul Transformasi Our World: The 2030 Agenda for Sustainable Development.
Pada dasarnya, antara MDGs maupun SDGs memiliki kesamaan cita-cita, seperti pengentasan kemiskinan dan peningkatan pendidikan. Tetapi dalam SDGs yang diharapkan tercapai di tahun 2030 mendatang, memiliki sejumlah tahapan-tahapan yang lebih rinci. Sehingga dalam SDGs terdapat 17 poin penting, yaitu terciptanya dunia dengan:
1.      tanpa kemiskinan;
2.      tanpa kelaparan;
3.      kesehatan yang baik dan kesejahteraan;
4.      pendidikan berkualitas;
5.      kesetaraan gender;
6.      air bersih dan sanitasi;
7.      energi bersih dan terjangkau;
8.      pertumbuhan ekonomi dan pekerjaan yang layak;
9.      industri, inovasi, dan infrastruktur;
10.  pengurangan kesenjangan;
11.  keberlanjutan kota dan komunitas;
12.  konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab;
13.  aksi terhadap iklim;
14.  kehidupan bawah laut;
15.  kehidupan di darat;
16.  institusi peradilan yang kuat dan kedamaian; dan
17.  kemitraan untuk mencapai tujuan.
Dari aspek pendidikan pada platform SDGs memiliki sedikit perbedaan dari MDGs. Pada MDGs diberlakukan selama 15 tahun (2000-2015) untuk mencapai pendidikan dasar secara universal. Sedangkan untuk SDGs diberlakukan selama 15 tahun (2015-2030) menyasar kualitas pendidikannya. Hal ini mengindikasikan bahwa wajib belajar 9 tahun harus segera ditanggalkan. Sedangkan wajib belajar 12 tahun harus segera dilepaskan dari wacana-wacana dan publikasi semata. Wajib belajar 12 tahun harus segera dicapai sebagai sebuah keharusan untuk mewadahi rakyat agar dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan zaman yang sangat cepat dan signifikan.
Sesuai amanat UUD 1945, salah satu tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Tetapi sebagian besar masyarakat belum menikmati kemeriahan dunia pendidikan yang layak. Menurut data dari Kemendikbud tahun 2016, sekitar 4,3 juta anak tak mengenyam pendidikan dasar 9 tahun. Sehingga sekitar 40% angkatan kerja Indonesia merupakan tamatan Sekolah Dasar. Hal ini dapat menghambat upaya Indonesia dalam bersaing di kancah internasional.
Berbagai upaya dalam peningkatan kualitas pendidikan telah dilakukan pemerintah. Salah satunya adalah terkait 20% Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan untuk pendidikan. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dikeluarkan United Nations Development Programme (UNDP) di tahun 2016, Indonesia meraih angka sebesar 0,689. Sehingga Indonesia termasuk dalam kategori pembangunan manusia menengah. Dan kesenjangan pendidikan yang terjadi di Indonesia jauh lebih tinggi dari rata-rata Asia Timur dan Pasifik. Sehingga dalam konteks perwujudan poin penting SDGs terkait pendidikan, mungkin Indonesia masih harus berjuang keras untuk mencapainya.
Wajib belajar gratis 9 tahun telah terselenggara dengan baik di Indonesia. Disusul dengan wajib belajar 12 tahun yang juga terselenggara di beberapa daerah di Indonesia. Bagaimana dengan pendidikan tinggi?
-ooo-
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, pendidikan tinggi memegang peranan penting dalam membangun SDM yang berkualitas. Dengan adanya pendidikan tinggi diharapkan SDM semakin dekat dengan kesiapan dalam bersaing di dunia global yang kian tak berbatas ini. Diharapkan pula dengan adanya pendidikan tinggi berkualitas, pengentasan kemiskinan dapat dioptimalkan, kesenjangan dapat diminimalkan, dan cita-cita bangsa dapat segera diwujudkan.
“Ibarat ingin memanen padi, tetapi benih tak memadai.”
Keinginan untuk mengentaskan kemiskinan melalui pendidikan tinggi lagi-lagi terhambat oleh kemiskinan itu sendiri. Pendidikan tinggi yang mahal, tak mampu disentuh kaum marginal. Dan lagi-lagi pemerintah harus segera mengatasi kemiskinan bertingkat ini dengan sebuah solusi puncak. Solusi yang dapat menghapuskan kemiskinan, tetapi mampu mengabaikan ketidak-mampuan masyarakat miskin untuk mencicipi pendidikan tinggi. Beasiswa Bidikmisi (Bantuan Pendidikan Mahasiswa Miskin Berprestasi) dan LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) merupakan beberapa upaya dari pemerintah guna mengekspansikan ruang gerak masyarakat kurang mampu dalam menyentuh pendidikan tinggi.
Beasiswa Bidikmisi ditujukan untuk calon mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi tetapi juga memiliki prestasi. Di bawah pengelolaan Kemenritekdikti, diharapkan semakin banyak masyarakat kurang mampu yang bersemangat melanjutkan ke pendidikan tinggi. Pendidikan sarjana dan diploma dapat ditempuh secara cuma-cuma. Ditambah ada uang saku sebesar Rp 3.900.000,- persemester. Kuota bidikmisi tahun 2017 naik sebesar 15.000 mahasiswa dari tahun sebelumnya. Dengan kuota sebanyak 75.000 tersebut, sebenarnya sudah tidak ada alasan untuk tidak melanjutkan pendidikan tinggi bagi masyarakat kurang mampu.
Ternyata masih ada satu lagi permasalahan, yaitu terkait publikasi. Target beasiswa bidikmisi adalah masyarakat miskin. Dengan kemampuan akses dari masyarakat miskin di Indonesia, kira-kira apakah informasi bidikmisi itu sudah benar-benar sampai di telinga masyarakat yang menjadi target? Terkait publikasi ini sangat patut untuk dioptimalkan. Jangan sampai beasiswa yang didedikasikan untuk masyarakat miskin (mungkin tinggal di daerah minim akses dan informasi), malah tertuju pada oknum yang kurang tepat sasaran karena publikasi yang kurang.
Terkait LPDP, Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan menyatakan bahwa negara akan menggelontorkan dana sebesar 22,5 triliun rupiah untuk beasiswa di tahun 2017. LPDP merupakan beasiswa yang paling masyhur dan dicari oleh mahasiswa-mahasiswa pemburu beasiswa guna melanjutkan pendidikan pascasarjananya.
“Masih berpikir tidak mampu untuk kuliah?”
-ooo-
“Pendidikan adalah salah satu wajah dari sebuah bangsa yang paling cepat mengalami perubahan. Karena pendidikan merupakan aspek yang menjadi penyebab dari perubahan itu sendiri. Perubahan demi perubahan itu meliputi penghapusan, penggantian, peningkatan, sekaligus penyesuaian suatu generasi terhadap keadaan yang dicita-citakan sebuah bangsa sesuai zamannya.”
Pendidikan adalah kebutuhan vital suatu bangsa. Karena seperti apa generasi suatu bangsa di masa yang akan datang, bergantung pada bagaimana pendidikan generasi muda hari ini. Setiap zaman membawa masalah dan warnanya sendiri. Di era pasca kemerdekaan RI, mungkin pendidikan diiringi perjuangan menyingkirkan sisa-sisa penjajahan. Di era orde baru, mungkin pendidikan diiringi pembungkaman dan ketakutan untuk bersuara dan berdinamika. Di era reformasi, pendidikan diiringi dengan teriakan dan suara kebebasan yang kerap kebablasan. Dan hari ini, 72 tahun kemerdekaan RI, pendidikan masih diiringi lanjutan atau mungkin puncak dari bencana kebablasan reformasi.
Salah satu kebablasan reformasi adalah terkait kontroversi tranportasi online. Di 3 tahun terakhir tengah marak kontroversi transportasi online, mulai ojek, taksi, dan lain-lain. Pertentangan yang masih berlangsung sampai sekarang adalah perseteruan antara penyedia jasa tranportasi online dan konvensional. Mulai dari tarif, pelanggan, sampai tempat mangkal. Dari sedikit kejadian ini, pendidikan mulai berperan dalam penghapusan dan penggantian generasi yang tidak diinginkan.
Konflik antara penyedia jasa transportasi online dan konvensional ini adalah indikasi kesenjangan pendidikan. Mulai dari keterbukaan pola pikir, penguasaan teknologi, penerimaan terhadap pola sosial yang baru masih kurang. Bahkan kids jaman now saja bisa menilai sendiri, bahwa jasa yang lebih menguntungkan untuk digunakan adalah jasa transportasi online. Mulai dari rute dan harga yang pasti dan tidak meragukan, sampai pada pelayanan yang jauh lebih santun dari kebanyakan penyedia jasa transportasi konvensional. Kemajuan teknologi ini tentu akan memaksa secara perlahan penyedia jasa transportasi konvensional untuk beralih dan ikut penyedia jasa transportasi online. Kalau tidak mau, pasti akan tergusur oleh waktu dengan sendirinya.
Salah satu peran pendidikan adalah untuk menghapus dan mengganti generasi-generasi yang berontak dengan perubahan. Keterbukaan pandangan dan lebih menerima perubahan menjadikan konflik-konflik yang tidak penting (hanya menggugat ketidak-mampuan pribadi) dapat diminimalkan. Tetapi jika sekedar mengikuti perubahan, kapan menjadi yang terdepan? Dan disinilah pendidikan tinggi mengambil peran.
Pendidikan tinggi selalu mengharapkan generasi penerus bangsa mampu menjadi pionir dalam bidang-bidang yang ditekuni. Sehingga Indonesia akan dihantarkan menjadi salah satu negara pelopor perubahan. Beasiswa-beasiswa yang digelontorkan negara ini (seperti Bidikmisi dan LPDP) adalah untuk investasi generasi masa depan. Paling tidak, mampu lepas dari garis kemiskinan. Syukur jika menjadi penyumbang besar kemajuan dan pencapaian cita-cita bangsa, termasuk mewujudkan tujuan SDGs di 2030 mendatang.
Mengapa pendidikan begitu penting dan diperhatikan?
Karena pendidikan adalah satu-satunya yang mampu berkembang dan beradaptasi di segala zaman. Karena pendidikan pula cita-cita bangsa mampu diwujudkan oleh generasi emasnya.


Sleman, 12 November 2017








Referensi:
ugm.ac.id
www.kompasiana.com

Durasi Generasi Penerus di Zaman Milenial


Oleh: Hendra Laksana Putra
Hasil gambar untuk time
sumber gambar: https://seealternativeswellness.com/have-you-ever-considered-your-relationship-to-time-and-space/

Zaman serupa pesan singkat
Sangat cepat kadaluarsa
Terbaca hanya olehnya yang bersabar menghayati
Mendalami setiap fakta dan opini
Yang kabur di balik jendela mengembun

Aku tak hidup di medan penjajahan 72 tahun lalu
Aku tak hidup di tengah mencekamnya 32 tahun orde baru
Aku juga tak hadir ketika reformasi disuarakan sebagai pembaharu
Tapi aku mulai membuka mata hari ini
Dan langit di negeriku tengah berselimut hoax adu domba di kanan kiri

Jika hari ini, hanya ada pistol di tangan kananku
dan belati di tangan kiriku,
Lupakan! Esok dan lusa hanya menyisakan pahit kebodohan

Tetapi …

Jika hari ini, ada lukisan strategi di otak kananku
dan perhitungan konsekuensi di otak kiriku,
Jemput aku di perbatasan, aku akan pulang




Sleman, 9-11 November 2017

Senin, 16 Oktober 2017

Dari Perjalanan Bu Susi: Pendidikan

oleh: Hendra Laksana Putra

Foto Hendra Laksana Putra.Bu Susi, ibarat ratu duyung yang menguasai perairan negeri ini. "TENGGELAMKAN!" Sebuah kata yang menjadi ciri khas sosok wanita (read: emak2) nyentrik ini. Semoga Indonesia kembali ditakuti. Bukan sebagai macan asia, tetapi mungkin sebagai lumba-lumba asia. Hehehe.
Sebagian dari kita mungkin tak akan pernah mendengar nama Susi. Kalau beliau tak jadi menteri. Atau lebih tepatnya menteri dengan kebringasan dalam aksi. Sekaligus menteri yang berpendidikan formal di bawah menteri-menteri Jokowi yang lain. Tetapi pendidikannya di alam liar jauh lebih mengasah dirinya. Kemampuan komunikasi, kemampuan prediksi, kemampuan kepemimpinannya, sampai kemampuan negosiasi yang mungkin tak banyak orang memiliki. Bahkan mungkin sarjana atau profesor sekalipun.
Sosok Bu Susi telah berhasil dalam perannya. Peran sebagai menteri, peran sebagai wanita, dan sampai peran sebagai masyarakat. Bu Susi berhasil menghapus citra bahwa beliau tak bersekolah tinggi-tinggi. Orang-orang tak akan membicarakan itu lagi. Karena sekarang yang dibicarakan adalah tentang Bu Susi sebagai menteri.
Di balik panggung tempatnya berpijak saat ini, ada beberapa hal yang disampaikan oleh Bu Susi. Contohlah sepak terjangnya, ikuti pemikirannya, tetapi jangan mencontoh tentang bagaimana beliau dalam pendidikan formal.

Penak Jamanku to???

oleh: Hendra Laksana Putra

Hasil gambar untuk zaman
sumber gambar: www.arrahmah.co.id

"Penak Jamanku to?"
Sebuah kalimat yang sering kita lihat di meme atau bagian belakang truk-truk di jalan. Tetapi ini bukan tentang tujuan kalimat itu ada. Bukan tentang kepentingan politiknya, atau tujuan yang lainnya. Tetapi tentang kesetaraan dan kepantasan dalam perbandingannya.
Mulai dari generasi presiden RI pertama, kedua, ketiga, sampai yang saat ini menjabat, apakah dari mereka semua bisa diadu kontribusinya? Atau diadu kelemahannya? Tentu saja tidak bisa serta merta demikian.
Mulai dari presiden pertama sampai sekarang, tidak ada satupun yang menjabat di waktu yang sama. Kepentingan dari keberadaan mereka berbeda-beda sesuai zamannya. Orde lama Soekarno dengan berbagai perubahannya mungkin wujud terbaik pemerintahan di zamannya. Orde baru Soeharto mungkin juga demikian, terbaik di zamannya. Pun sampai reformasi dan pasca reformasi. Inilah salah satu keadilannya. Mungkin saja ....

Sabtu, 30 September 2017

Keselamatan, Keamanan, dan Kenyamanan Kereta Api Indonesia (KAI) di Masa Depan

Oleh: Hendra Laksana Putra

Armada Baru
sumber gambar: https://kai.id/

Saya adalah salah satu pengguna jasa Kereta Api Indonesia (KAI), terutama Kereta Malioboro Express. Hal ini berawal ketika saya mulai kuliah di UGM Yogyakarta.
Pertengahan tahun 2014, saya mulai menjadi mahasiswa di UGM. Karena saya berasal dari Tulungagung, tentunya sangat membutuhkan transportasi darat yang aman dan nyaman. Pada tahun pertama saya kuliah di Yogyakarta, saya lebih sering menggunakan bus ketika pulang kampung ke Tulungagung. Demikian juga ketika saya kembali lagi ke Yogyakarta. Waktu itu tarif bus sekitar 55 ribu rupiah untuk satu kali perjalanan. Tetapi harus ganti bus 2 kali di Brakan, Kertosono. Saya rasa hal ini cukup mengkhawatirkan dari segi keselamatan dan keamanan. Terlebih saya harus selalu mengenakan masker ketika naik bus. Maklum saja, AC bus dan aromanya tidak bisa berkompromi dengan tubuh saya. Sehingga ketika menaiki bus tujuan Yogyakarta, hanya ada satu kegiatan yang saya lakukan. Tak ada yang lain, kecuali tidur bersama masker sambil menahan mabuk perjalanan. Tahukan perjalanan Tulungagung-Yogyakarta butuh berapa jam? Dengan bus malam, paling cepat 6 jam perjalanan. Tetapi ketika siang hari saya pernah mengalami perjalanan hampir 12 jam. Selain karena macet, bus yang saya naikki berhenti sangat lama di beberapa terminal.
Di tahun kedua kuliah saya, kereta api menjadi salah satu pilihannya. Ketika pertama kali mencoba naik Kereta Malioboro Express, saya tercengang dengan harga tiketnya. Untuk kelas ekonomi dengan harga termurahnya, sekitar 140 ribu rupiah. Harga yang sangat mahal jika dibandingkan dengan pengalaman saya selama hampir setahun dengan bus jurusan Yogyakarta. Tetapi ketika menikmati perjalanan pertama saya menggunakan jasa KAI itu, ternyata harga tersebut sangat sebanding. AC-nya cukup bisa berkompromi dengan tubuh saya. Pun juga hampir selalu tepat waktu. Keterlambatan kereta yang pernah saya alami, baru satu kali.
Awal tahun 2017 ini, KAI menambah jalur kereta Kahuripan sehingga melewati Tulungagung. Harganya lebih murah, sekitar 80-an ribu rupiah saja. Tetapi di sana fasilitasnya agak kurang jika dibandingkan Malioboro Express. Ditambah jadwalnya tidak terlalu baik. Pukul 2:52 dini hari keberangkatan dari Yogyakarta. Dan saya pernah ketinggalan sekali. Waktu itu kereta berjalan tepat di depan mata saya. Bye … bye …
Beberapa hal di atas mungkin dapat menjadi pertimbangan jika ingin bertransportasi di jalur darat. Kereta api bisa jadi pilihan yang tepat. Keselamatan, keamanan, dan kenyamanannya kian meningkat. Selain itu pemandangan di sepanjang perjalanannya lebih mirip berwisata daripada berkendara. Mungkin hal ini perlu lebih diperhatikan lagi. Siapa tahu kedepannya KAI bukan hanya sarana transportasi, tetapi juga sebagai salah satu pilihan wisata alam yang mampu mengedukasi.
-ooo-
Beberapa hal yang ingin saya sampaikan tentang KAI, yaitu terkait keselamatan, keamanan, dan kenyamanannya. Menurut saya ketiga hal ini sangat penting sekaligus menjadi bahan pertimbangan yang paling dinamis. Hal ini disebabkan karena ketiga hal tersebut sangat berkaitan dengan konsumen, pengguna jasa KAI. Dimana globalisasi telah membuat gaya hidup banyak orang lebih sering berganti. Pun dengan tuntutannya terhadap fasilitas umum, termasuk kereta api.
Keselamatan dalam perjalanan kereta api di Indonesia sudah cukup baik. Tetapi ada beberapa hal yang membuat saya masih risau. Seperti ketika kereta akan berangkat, tak ada pemantauan apakah setiap orang telah menempati kursinya masing-masing. Ada yang masih berdiri dan sibuk dengan barang-barang bawaannya. Dan yang lebih parah lagi, orang yang buru-buru karena baru tiba di stasiun diminta lari dan segera memasuki gerbong kereta yang sudah berjalan. Walaupun kereta masih berjalan dengan kecepatan 1 km/jam sekalipun, ini bukan perilaku yang aman. Jika hal semacam ini masih dibudayakan, jelas sekali bahwa faktor keselamatan di KAI dinomor duakan. Hal ini sebenarnya masih memerlukan pengkajian lebih lanjut. Pasalnya pola keberangkatan penumpang pun masih banyak yang tidak tiba di awal waktu sebelum keberangkatan kereta api.
Kejadian yang lain adalah sebuah kejadian yang pernah saya alami sendiri beberapa bulan yang lalu. Ya, saya melompat dari gerbong yang sudah berjalan. Waktu itu saya baru terbangun dari tidur, tetapi kereta baru saja berjalan meninggalkan stasiun tujuan saya. Dengan kepanikan saya membuka kunci pintu gerbong kereta dan langsung melompat. Perasaan saya kereta masih berjalan sangat pelan. Tetapi ternyata luka yang saya alami waktu itu yang membuktikan bahwa ternyata kecepatan kereta sudah rumayan.
Kejadian ini bisa dibilang adalah kesalahan saya sepenuhnya. Saya akui itu. Tetapi pihak KAI tentunya harus mempersiapkan solusi terkait hal ini. Selepas kejadian itu, saya berpikir tentang pengunci pintu gerbong yang terpusat. Sehingga tak ada yang bisa membuka pintu gerbong selain kendali di gerbong pusat. Hal ini juga terkait kemanan penumpang yang kondisinya sedang tidak normal. Seperti ketika saya baru bangun tidur tadi. Inovasi ini sangat bermanfaat. Selain keselamatan dan keamanan dari penumpang kereta semakin terjamin, desain dan fitur pintu-pintu gerbong kereta akan lebih baru dan modern. Karena tidak mungkin masih menggunakan pintu yang lama bukan?
Terkait keamanan di stasiun maupun di dalam gerbong, KAI sepertinya sudah memaksimalkannya dengan meniadakan penjual asongan, pengamen, maupun pengantar yang tidak diperkenankan masuk ke ruang tunggu. Tetapi saya pernah mendapati ada kereta lewat di Stasiun Lempuyangan dengan membawa banyak penumpang berdesakan dengan posisi berdiri. Seperti kereta Pramek. Hal ini mungkin bisa lebih dikondisikan. Mungkin harganya sangat murah, tetapi keselamatan dan keamanan penumpang bukan untuk ditukar dengan rupiah. Walaupun mungkin harga yang murah masih menjadi bahan pertimbangan kebanyakan penumpang kelas menengah.
Faktor terakhir yang paling dinamis adalah kenyamanan. Terkait kenyamanan, KAI sudah sangat menyesuaikan dengan harga-harga tiket di masing-masing kelasnya. Tetapi ada beberapa hal yang ingin saya tawarkan. Dan semoga dapat dijadikan pertimbangan. Syukur jika  segera diterapkan. Beberapa hal tersebut antara lain:
1.      Terdapat pemberitahuan online kepada penumpang secara individu sebelum keberangkatan. Hal ini juga bisa diterapkan di waktu setelah keberangkatan seperti ucapan terimakasih dan sejenisnya.
Zaman sekarang akses internet sangat mudah. Semuanya serba online. Tujuan utama pemberitahuan ini adalah untuk mengingatkan keberangkatan konsumen. 1 atau 2 jam sebelum keberangkatan disarankan untuk segera bergegas berangkat. Paling sederhana dapat berupa SMS atau ­auto-calling. Perangkat pendukung pada OS Android sepertinya menjadi salah satu yang paling diminati. Dengan begitu konsumen akan merasa lebih diperhatikan. Pun dapat mengantisipasi jika ada kelupaan jam keberangkatan atau keteledoran konsumen lainnya.
Selain itu KAI menjadi memiliki kesan baik. Pelayanan meningkat, kenyamanan konsumenpun semakin memikat.
2.      Renovasi stasiun harus tetap mempertahankan ciri khas bangunan dan aksesoris kunonya.
Entah kenapa keadaan-keadaan stasiun kereta api kebanyakan masih terkesan kuno. Peninggalan penjajahan masih dipertahankan. Kesan klasik menjadi salah satu kekuatan dari KAI. Tetapi saya menjumpai beberapa renovasi di beberapa stasiun. Saya harap renovasi itu hanya untuk memperbaiki kualitas dan fungsi stasiun. Dan tak sampai mengganti kesan klasik dari stasiun itu sendiri.
Dan satu lagi terkait pemesanan tiket langsung (off-line). Pada pemesanan tersebut entah kenapa pelayanannya masih sangat kurang. Hal ini pernah saya alami sekali di Stasiun Tulungagung. Pelayan hanya 2 orang, sering ditinggal, dan antrian sampai tumpah-tumpah. Semoga kedepannya bisa semakin baik. Karena pemesanan tiket online tak selamanya efektif. Terutama bagi sebagian masyarakat yang masih asing dengan jejaring sosial. Atau bisa juga ketika ingin memesan tiket dadakan.
3.      Ada kerjasama antara KAI dengan daerah sekitar rel-rel yang dilewati gebong kereta, sehingga nilai kenyawanan wisata dalam bertransportasi semakin kuat melekat sebagai ciri khas kereta api di Indonesia.
Salah satu yang membuat perjalanan dengan kereta api semakin menawan adalah pemandangan di sekitar rel-rel yang dilewati. Kadangkala ada sawah, beberapa bukit dan hutan, dan tak jarang pengguna kereta api juga menikmati kemacetan kendaraan di jalanan. Entah kenapa saya termasuk salah satu yang sangat menikmati hal ini. Dalam perjalanan saya bak wisatawan.
Semoga saja ada pengelolaan dari KAI terkakit hal ini. Entah berupa kerjasama atau negosiasi sejenisnya agar area sekitar rel-rel kereta dipertahankan untuk cuci mata. Selain itu mungkin juga sangat bermanfaat untuk penghijauan di tengah padatnya pertumbuhan bangunan.
Saat ini kereta api mungkin menjadi salah satu transportasi darat terbaik. Kualitas dan kuantitasnya semakin mumpuni. Faktor keselamatan, keamanan, dan kenyamanan terus ditingkatkan. Semoga selalu mengikuti perkembangan teknologi dan gaya hidup masyarakatnya. Dan cepatnya perubahan zaman tak menjadikan KAI ketinggalan zaman. Pun juga tetap menjaga kearifan lokal sebagai manusia Indonesia.
Keselamatan, keamanan, dan kenyamanan adalah tentang pelayanan. Pelayanan terbaik dari KAI, adalah yang paling dicari.




Sleman, 30 September 2017
 

Look & See

TERIMAKASIH

Selamat menikmati. Jangan ragu memberi komentar, karena dari cermin orang lain kita melihat hal yang selama ini tersembunyi menghalangi kita berdiri.

About

It's about US
semua tulisan di blog ini merupakan karya saya sendiri, Hendra Laksana Putra. Jika ada yang bukan dari saya, sebisa mungkin saya sertakan sumbernya. Mohon untuk di koreksi yaaaa . . . . Terimakasih. Don't forget to be happy . . . .