Jumat, 11 Agustus 2017

Keadilan?


Foto Hendra Laksana Putra.




Sila ke-5 negara ini, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Ketika di kelas pancasila 1 tahun yang lalu, seorang dosen filsafat menyampaikan bahwa setiap sila adalah proses. Awalnya saya berpikir keadilan adalah sebuah doktrin bernegara yang harus dicapai. Tapi ... di dalam benak saya sampai hari ini, masih lebih sesuai jika setiap sila adalah proses. Termasuk sila ke-5.

Ketika keadilan adalah sebuah hasil, maka bagaimana mungkin hal itu akan berhasil? Padahal untuk setiap pasang mata, makna keadilan berbeda-beda. Tetapi jika keadilan diposisikan sebagai sebuah proses dalam perbaikan setiap manusia guna menuju cita-cita bangsa, maka berkeadilan dari waktu kewaktu adalah kunci utama.

Anda boleh tidak sejalan dengan cerita ini. Karena kita Indonesia, maka kita bebas bersuara. Tapi jangan lupa selalu ada norma disana.

Berkeadilan adalah bersikap secukupnya, seperlunya. Sesuai dengan waktu, tempat, keadaan, dan kapasitas diri tentunya. Kita boleh menganggap berkeadilan adalah menganggap sama rata. Tetapi konsekuensinya adalah tak ada optimasi disana. Artinya, tak ada pertumbuhan dan kemajuan. Atau jika masih beruntung, kemajuan yang terjadi akan sangat lamban.

***

Kejadian main hakim sendiri tak hanya hari ini. Sudah seperti membudaya di negeri yang katanya ramah ini. Di Bekasi, pegang ampli langsung dibakar. Mungkin kalau pegang suami orang langsung dibayar. Kalau sudah begini, tanggung jawab siapa? Siapa yang harus dikutuk atas kesalahan-kesalahan klasik ini?

Jujur saja. Menurut saya tak perlu menjawab hal-hal semacam itu. Jika ditanya siapa yang tanggung jawab, siapa yang salah, orang Indonesia pasti mundur halus satu persatu. Jika bareng-bareng keroyokan, entah tahu cerita atau tidak, bodo amat. Yang penting saya ikut dan sama dengan yang lainnya.

Mungkin sejarah masih menulis dengan jelas. Entah dalam film, buku, atau media lainnya. Senjata paling ampuh untuk membumi hanguskan bangsa ini, adalah provokasi. Dari dulu hingga kini, menurut anda apa penyebab fenomena-fenomena panas di sini?

Mulai dari petinggi, pegawai negeri, sampai bapak-bapak usia dini, siapa yang tak terkena provokasi? Mungkin jenisnya berbeda-beda. Ada yang menggunakan media uang, kekuasaan, hasutan, atau sekedar ikut-ikutan. Bagaimana dengan yang tidak berbuat apa-apa? Pasti tetap kena "saran". Karena kita hidup di lingkungan yang sudah biasa ada satu orang diteriaki oleh 20 orang. Tapi hampir tidak pernah terjadi ada satu orang saling meneriaki dengan satu orang yang lain. Karena pasti ada yang tiba-tiba nongol entah darimana.

Tapi saya bersyukur hidup di tengah masyarakat seperti ini ....

Kita semua mungkin sedang dalam proses berkeadilan sosial. Ada salah sana sini mungkin masih sangat wajar. Tetapi jangan jadi orang yang mudah terprovokasi. Sudah sangat banyak bukan, sejarah mencatat kegagalan demi kegagalan karena hal ini? Pun yang tak kalah penting adalah pengendalian diri. Disanalah ada proses berkeadilan. Berawal dari pengendalian diri, mengendalikan emosi, dan jangan sampai main hakim sendiri.

Dalam demo mahasiswa, banyak yang gagal karena mengikuti segelintir penyusup provokatif. Dalam rumah tangga, banyak perceraian karena berita dari tetangga. Dalam masyarakat, pertikaian antar golongan karena banyak hasutan. Bahkan di elit politik, provokasi dengan berita berwarna-warni. Tak tahu mana yang salah mana yang benar. Karena seolah media bukan lagi penyebar realita dari warta. Tetapi senjata utama untuk menyuara dan mendapatkan suara.

***

Sikap berkeadilan itu harus sangat mengenal keadaan. Di kejadian pembakaran ini, entah orangnya benar-benar mencuri atau tidak, tak ada satupun yang berhak membakar orang. Apalagi jika dia tidak benar-benar mencuri. 

Hukum langit tak pernah mengizinkan siapapun memberi hukuman dengan api. Hukum dunia pun juga telah diatur konstitusi. Mungkin pemerintah sudah terbiasa bergerak lambat. Tetapi masyarakat harus lebih cerdas dan arif dalam menyikapi hal ini. Jangan sampai orang yang mungkin tak pernah berdosa, menjadi bahan bakar bercanda.

Ingatlah!
Membunuh adalah dosa besar. Karena nyawa sepenuhnya berada di tangan Tuhan. Jangan sampai kita terlalu berani, dan seolah menggantikan Izroil dalam tugasnya. Bagaimana jika Izroil menganggur? Maka pahamilah bagian kita masing-masing. Kapasitas kita masing-masing. Dan bagaimana seharusnya kita masing-masing.

Mungkin ada sebagian dari kita yang berdalih. "Bukankah semua ini sudah menjadi takdir?"

Benar sekali. Ini semua adalah takdir dari Tuhan. Semua sudah digariskan. Tetapi lagi-lagi kita terlalu sombong. Seolah kita mengetahui batas yang jelas antara takdir yang masih bisa diikhtiarkan, dan takdir yang harus dibiarkan. Dan kita sudah terlalu sering memposisikan diri sebagai Tuhan bukan? Padahal kita hanya menghamba. Tak punya apa-apa.

Bagaimana dengan saya? Sudahkan berkeadilan dengan baik dan benar? Sebagai hamba atau sebagai seseorang yang menulis beberapa kata di tengah malam.

Maaf dan semoga manfaat.

Hendra, 10 Agustus 2017 (23:23)

0 komentar:

Posting Komentar

 

Look & See

TERIMAKASIH

Selamat menikmati. Jangan ragu memberi komentar, karena dari cermin orang lain kita melihat hal yang selama ini tersembunyi menghalangi kita berdiri.

About

It's about US
semua tulisan di blog ini merupakan karya saya sendiri, Hendra Laksana Putra. Jika ada yang bukan dari saya, sebisa mungkin saya sertakan sumbernya. Mohon untuk di koreksi yaaaa . . . . Terimakasih. Don't forget to be happy . . . .