Minggu, 28 Agustus 2016

Hanya Tiba - Tiba

by : Hendra Laksana Putra
sumber gambar : okepuisi.blogspot.co.id

Tak pernah aku tersadar
Bagaikan langkah kaki semut hitam di atas batu hitam saat malam
Tiba – tiba kau datang, bersama senyum mengundang
Aku, untuk lekas memberi balas

Tak pernah aku tersadar
Bagaikan langkah kaki semut hitam di atas batu hitam saat malam
Tiba – tiba kau pergi, bersama senyum menjauhi
Aku, untuk cinta di sampingmu



@Mustek, 28 Agustus 2016

Selasa, 16 Agustus 2016

Berapa Lama Lagi . . . .

by : Hendra Laksana Putra
sumber gambar : kutipanmutiara.blogspot.com


Berapa lama lagi matahari menyapaku di saat pagi
Berapa lama lagi bulan membagi indera di larut malam
Berapa lama lagi bintang menjadi lampion yang berkelip

Berapa lama lagi detik memburu setiap langkah
Berapa lama lagi ketujuh hari silih berganti
Berapa lama lagi terompet tahun baru  mampu meneriaki semesta yang menua

Berapa lama lagi jantung ini berdetak
Berapa lama lagi nafas ini menghidupi
Berapa lama lagi darah ini mengalir

Berapa lama lagi tegak kakiku menumpu
Berapa lama lagi tegar hatiku mengharap
Berapa lama lagi lelahku kan tiba

Menunggumu di tempat kau pergi
Menunggumu di tempat janjimu tuk kembali
Berapa lama lagi  . . . .


@Perpustakaan, 16 Agustus 2016

Kamis, 11 Agustus 2016

Semakin Sakit

by : Hendra Laksana Putra
sumber gambar : syiartech.wordpress.com


Dia pendiam
Tak pernah mengusik apapun dan siapapun
Walaupun digoncang seribu gerhana. Tetap saja hening
Aku yang ramai walaupun tak berdaya
Kalian yang berteriak walaupun tak menatap
Kita yang menggenggam bumi dengan kerapuhan

Siapa dia?
Tak ada yang mengenalnya, tapi semua orang menginjaknya
Mencukur rambut hijaunya, penebar aroma kehidupan
Melubangi kulitnya dengan bor dan paku raksasa
Mencakar dan mencongkel jantung – jantung berkilauan
Bahkan raut mukanya digunjing

Dia sakit saat ini. Tidak
Dia disiksa!
Dia akan semakin sakit sampai semua tulang pendosa membungkusnya



@Mustek, 11 Agustus 2016

Senin, 08 Agustus 2016

Akulah Pilihan

by : Hendra Laksana Putra
sumber gambar : mega-octaviany.blogspot.com



Sepanjang apapun perjalanan, akan selalu ku temui persimpangan
Kadang aku harus berjalan lurus atau berlari membunuh waktu
Kadang juga belok ke kiri atau ke kanan
Dan terkadang harus berhenti atau bahkan kembali

Jika ada yang melihatku, mereka kan bertanya, “Mengapa?”
Karena . . . .
Akulah hidup dan akulah pejalan kaki itu
Akulah pemilih dan akulah pilihan



@Perpustakaan, 8 Agustus 2016

Malam Hati

by : Hendra Laksana Putra
sumber gambar : silient-action.blogspot.com



Duniaku hanya berisi jurang

Lautan dengan palung yang sangat dalam

Siang yang terlewat sekejap

Tepat ketika ku pejamkan kelopak di tepian bola – bola

Yang memelototi seluruh isi yang sesungguhnya tak ada

Hanya ada malam. Yang sering datang, yang sering pulang



@Perpustakaan, 8 Agustus 2016

Minggu, 07 Agustus 2016

Cerita Pelangi

by : Hendra Laksana Putra
sumber gambar : pixabay.com



Merah kuning hijau
Adalah warna pelangi ketika aku masih duduk di bangku Taman Kanak – Kanak
Seperti lagunya yang sederhana, warna itu sudah sangat indah

Mejikuhibiniu
Adalah istilah baru yang ku tahu tentang pelangi saat aku duduk di bangku Sekolah Dasar
Tidak ada lagunya memang, selain ku dengar dari pelantun tembang yang mengatakan bahwa indah pelangi seindah cinta dan suasana hati

Saat beranjak dewasa aku diberi tahu tentang pelangi yang tidak sederhana lagi
Tak seperti dulu, tapi jauh lebih indah
Dari awal yang sederhana, dengan surya yang berteman dengan melodi rintik air langit
Ada pelangi
Merah dan jingga dan diantara mereka ada sudut yang pernah terabaikan hanya karena keterbatasan
Mungkin rambut di atas kepala ini mengerti. Tak pernah ada yang peduli, berapakah aku?


Dan sekarang aku pun bertanya, salahkah kita semua?

Sabtu, 06 Agustus 2016

R.I.N.D.U

by : Hendra Laksana Putra
sumber gambar : www.satubahasa.com



Aku tidak tahu apa itu?
Tapi aku merasakan ada yang hilang, tapi bukan tentang ketidaksyukuran
Aku damai,
Tapi bukan kedamaian yang menjadi kehendak semesta
Jika jagat raya pun mendapati kekosongan, mungkin juga rinduku

Apakah sebenarnya aku tahu?
Aku ada bersama kekosongan itu
Haruskah ku penuhi dengan mimpi – mimpi masa kecil
Atau cerita – cerita tidur dari bunda
Bagaimana dengan rindu?

Siapa dia? Aku tidak mengenalnya. Belumkah?
Rindukah kekosongan itu?
Dan bagaimana aku bisa memulai untuk mendekapnya . . . .





@Mustek, 6 Agustus 2016

Styrofoam

by : Hendra Laksana Putra
sumber gambar : www.decoist.com



Saat masih kecil aku akan terbang kemanapun nafas langit berhembus
Saat aku terdiam, aku harus bisa menahan dorongan dan tarikan
Saat aku berjalan, aku akan sempoyongan sambil sedikit melompat
Saat aku berlari, aku benar – benar bersama udara

Ketika bersamamu dan kau lembutkan sentuhanmu
Aku akan terlepas dari genggamanmu yang tak erat lagi
Ketika bersamamu dan kau keraskan jemarimu
Aku akan patah, berserakan di jalan dan berhamburan di angkasa


@Mustek, 6 Agustus 2016

Senin, 01 Agustus 2016

Akulah Duri . . . .

by : Hendra Laksana Putra
sumber gambar : kidnesia.com


Adakah penghapus kata yang telah terucap?

Apakah pengertian bisa mema’afkan segalanya?

Apakah harus ada yang disalahkan ketika hati menangis?



Tak akan mekar mawar merah tanpa duri di tangkainya

Akulah duri . . . .




@Perpustakaan Teknik, 1 Agustus 2016

Payung Hitam

By : Hendra Laksana Putra 
sumber gambar : pixabay.com



Payung hitamku, teduhkan nista dan kemunafikan
Tak membuatku beranjak darinya
Takut akan tubuh ini terbasahi derasnya kebohongan
Semula, semua baik – baik saja

Tuli dan Buta

by : Hendra Laksana Putra
sumber gambar : transformatix.blogspot.com

Sunyi adalah teman bagi mereka yang tuli
Tak bisa mendengar, tak merasakan cinta dari lembutnya irama
Mungkin karena Tuhan, memberi takdir untuk melebihkan tajam penglihatan
Mungkin karena waktu, menutup perlahan agar tak semakin menghianati
Mungkin karena sengaja menyumbat telinga dengan lapisan tebal
Atau menyumbat hati dengan dosa yang membiasa

Gelap adalah teman bagi mereka yang buta
Tak bisa melihat, tak merasakan cinta dari indahnya ayat – ayat Tuhan
Mungkin karena Tuhan, memberi takdir untuk melebihkan tajam pendengaran
Mungkin karena waktu, menutup perlahan agar tak semakin menghianati
Mungkin karena sengaja menutup mata dengan kain hitam
Atau menutup hati dengan dosa yang membiasa

Tukang Ngitung

by : Hendra Laksana Putra
sumber gambar : analogictips.com


Gersang jiwa ini hanya berisi satu ruh pengikut Einstein dan Newton
Tunduk pada deretan aritmatika dan abjad yunani
Ketundukan yang khalayak sebut dengan kata “smart
Bukan aku membenci mereka semua, hanya nurani ini tak tega
Ketika bejana berlendir hanya dipenuhi dengan simbol – simbol
Ketika akhir hanya di pijakkan pada beberapa helai jurnal dan pengakuan
Ku ingin memulai, bahwa regresi tak harus linier
Dunia ini teramat luas, siapa yang berhak untuk meringkasnya?
Menjadi sebaris abjad yang diakui. Entah siapa pencetus

Penguasa, apakah benar – benar berkuasa?
Atau hanya budak – budak berdasi yang mendeklarasi kekuasaan
Kertas – kertas pahlawan nasional di arahkan menuju liang lahat teman sejawat
Ternyata aku yang terkubur di sana, hanya bersama cita dan imajinasi

Cerita dari filsuf jalanan tentang mereka                            
Gelandangan pembawa grafik, tabel, rumus, dan ijtihad saintis
Peribahasa dunia tak selebar daun kelor t’lah berganti
Menjadi dunia hanya seluas ingatan yang dibatasi titik – titik integrasi
Analisa yang payah hanya bermain pola berulang
Kenapa tak jadi peramal? Apakah uang – uang itu memanggilmu
Agar kau di sebut sebagai seorang ahli mesin

Engineer alias tukang perkakas

Lagu Untuk Teman Lama

by : Hendra Laksana Putra
sumber gambar : asepschc.wordpress.com


Ingatkah engkau ketika dulu kita selalu mengkhayal
Tentang banyak rencana di tahun – tahun yang belum pasti

Kau selalu ingatkanku, bahwa kita pernah di sini
Ku selalu ingatkanmu, bahwa badai kan segera berganti

Kau bercerita tentang apa yang selama ini kita lakukan
Ku bercerita tentang apa yang selama ini kita dapatkan

Untuk DPA

by : Hendra Laksana Putra
sumber gambar : commons.wikimedia.org


Dia tahu. Dia melihat. Dia juga pernah menjalani

Apakah tak pernah mencoba mengerti

Atau dia masih bersenda gurau dengan dinginnya masa lalu

Dan tak ingin menghadirkan damai

Hanya menjadi seperti apa biasanya menjadi (mungkin)

Bukan seperti yang seharusnya menjadi

Kami bukan pemberani yang bisa mengocehi telingamu

Atau sudah tidak peduli



@Kamar, 1 Agustus 2016

Pecundang di Hari Minggu

By : Hendra Laksana Putra
sumber gambar : falahbilayudha.blogspot.com


Hari Minggu membuat udara – udara di sekelilingku menari
Lebih indah dari hari biasa
Lebih ramai dari teriakan rintik hujan yang sekejap hadir kali ini
Aku bisa tahu semua itu
Aku bisa merasakan detak waktu
 

Look & See

TERIMAKASIH

Selamat menikmati. Jangan ragu memberi komentar, karena dari cermin orang lain kita melihat hal yang selama ini tersembunyi menghalangi kita berdiri.

About

It's about US
semua tulisan di blog ini merupakan karya saya sendiri, Hendra Laksana Putra. Jika ada yang bukan dari saya, sebisa mungkin saya sertakan sumbernya. Mohon untuk di koreksi yaaaa . . . . Terimakasih. Don't forget to be happy . . . .