Senin, 16 Oktober 2017

Dari Perjalanan Bu Susi: Pendidikan

oleh: Hendra Laksana Putra

Foto Hendra Laksana Putra.Bu Susi, ibarat ratu duyung yang menguasai perairan negeri ini. "TENGGELAMKAN!" Sebuah kata yang menjadi ciri khas sosok wanita (read: emak2) nyentrik ini. Semoga Indonesia kembali ditakuti. Bukan sebagai macan asia, tetapi mungkin sebagai lumba-lumba asia. Hehehe.
Sebagian dari kita mungkin tak akan pernah mendengar nama Susi. Kalau beliau tak jadi menteri. Atau lebih tepatnya menteri dengan kebringasan dalam aksi. Sekaligus menteri yang berpendidikan formal di bawah menteri-menteri Jokowi yang lain. Tetapi pendidikannya di alam liar jauh lebih mengasah dirinya. Kemampuan komunikasi, kemampuan prediksi, kemampuan kepemimpinannya, sampai kemampuan negosiasi yang mungkin tak banyak orang memiliki. Bahkan mungkin sarjana atau profesor sekalipun.
Sosok Bu Susi telah berhasil dalam perannya. Peran sebagai menteri, peran sebagai wanita, dan sampai peran sebagai masyarakat. Bu Susi berhasil menghapus citra bahwa beliau tak bersekolah tinggi-tinggi. Orang-orang tak akan membicarakan itu lagi. Karena sekarang yang dibicarakan adalah tentang Bu Susi sebagai menteri.
Di balik panggung tempatnya berpijak saat ini, ada beberapa hal yang disampaikan oleh Bu Susi. Contohlah sepak terjangnya, ikuti pemikirannya, tetapi jangan mencontoh tentang bagaimana beliau dalam pendidikan formal.
Mungkin tak sedikit dari kita menjadikan Bu Susi sebagai kambing hitam. Pun dengan orang-orang keren lainnya yang memiliki masa lalu seperti beliau.
"Bu Susi saja yang lulus SMP bisa jadi menteri. Ngapain kita sekokah tinggi-tinggi?"
"Memangnya mau jadi apa sekolah tinggi-tinggi? Buang-buang waktu dan uang saja. Toh hasilnya sama saja."
Dan ungkapan-ungkapan sejenis yang masih banyak terekam di atmosfer negeri kita.
Ungkapan-ungkapan tersebut dilontarkan dari orang-orang yang mengenakan kacamata kuda. Sehingga mereka hanya melihat satu sisi daru Bu Susi dan kawan-kawannya. Satu sisi bahwa Bu Susi adalah sosok menteri yang digandrungi. Jika kacamata itu dilepas sebentar saja, maka akan terlihat ada banyak pemandangan yang tak begitu nikmat. Jalanan penuh darah, jalanan terjal seperti tak nampak ujungnya.
Mungkin benar bahwa Bu Susi telah menjadi bos hasil laut. Dan sekarang jadi menteri. Tetapi ungkapan-ungkapan di atas sepertinya tak pernah sekalipun terlontar dari Bu Susi sendiri. Beliau pasti tetap mengedepankan pendidikan untuk siapapun. Pesannya selalu begitu. Entah karena sekarang menjadi public figure atau apalah, tetapi begitulah.
Adakah yang ingin mencontoh dan mengikuti jalan Bu Susi? Tapi harus mulai dari sebelum jadi bos udang lho ya .... Jangan hanya ketika jadi menteri. Mau?
Saya yakin tak ada yang mau. Bahkan mungkin juga Bu Susi enggan kembali ke masa lalu. Memangnya untuk apa? Bukankah masa lalunya dulu adalah untuk masa depannya? Dan salah satunya tengah berjalan sekarang.
-ooo-
Mengapa pendidikan sangat penting?
Bayangkan seberapa banyak darah yang terkuras dari Bu Susi. Dan bayangkan juga betapa sedikit jerih payah menteri-menteri lain dengan serentet gelarnya bila dibandingkan Bu Susi.
Kita hidup di dunia. Apa yang kita cari? Pasti kenikmatan, mati dengan nyaman, dan bertemu Tuhan serta menikmati janji-Nya yang indah.
Bapak saya dulu tak genap SD. Sehingga perjalanannya benar-benar dari 0. Tetapi untungnya dulu tak separah sekarang. Saat ini untuk menjadi penjaga toko dengan gaji awal 1/2 UMR daerah, harus lulusan SMA. Artinya, jika kemampuan dan bakat liar Bu Susi tak segera tumbuh, maka di usianya sekarang tak akan ada toko yang menerimanya. Tetapi beliau memilih berjuang di jalan yang jauh lebih terjal, jauh lebih berliku. Hingga saat ini beliau menikmati hasilnya. Dan caranya berjuang tidak disarankan bagi anda. Kecuali didampingi ahlinya.
Nha, bagaimana jika kita lulusan di bawah SMA? Jika sudah terlanjur, contohlah orang-orang yang sekarang merdeka tetapi dulunya berdarah-darah karena tak ada ijasah. Tirukan bagaimana perjuangan dan strateginya. Hasilnya? Rejeki kan sudah Ada yang ngatur. Selalu ada bayaran untuk mereka yang bekerja bukan?
Nha, bagaimana jika sudah memiliki ijasah SMA dan sederajatnya? Anda punya peluang lebih besar dan lebih luas tentunya. Ini baru modal awalnya. Bagaimana jika lulusan sarjana? Doktor atau Profesor? Tentunya memiliki kesempatan yang jauh lebih luas lagi. Paling tidak bisa jadi calon PNS walaupun masih honorer.
Kalau sudah jadi Profesor, mungkin akan ada beban tambahan. Seperti harus menerbitkan kreativitasnya secara kontinyu lewat jurnal atai buku. Tetapi mau bekerja dimana saja, tentu peluangnya jauh lebih besar (syarat & ketentuan menyesuaikan).
Bagaimana dengan fenomena pengangguran yang bergelar?
Santai saja. Karena saya belum bergelar, maka fase ini belum saya alami sendiri. Artinya, saya juga bisa berpeluang ke arah sana. Tetapi semoga saja tidak ya ....
Mari kita cermati fenomena ini. Sebab menganggurnya itu karena apa? Karena orangnya yang malas untuk bekerjakah, karena kesalahan di ijasah abal-abal (palsu mungkin, seperti fenomena kemarin), atau ada sebab yang lain.
Mari kita tanyakan kepada diri kita sendiri? Siapa yang memiliki peluang terbesar untuk berjuang di jalan yang lebih mulus? Dan siapa yang memiliki peluang terbesar untuk berjuang di jalan yang lebih terjal?
Tujuan saya, anda, dan mereka semua mencoba peruntungan dengan berpendidikan setinggi yang dibisa, adalah untuk memperkecil peluang dalam berjuang di jalan yang terjal itu. Serta untuk memperluas wadah dari mimpi kita waktu kecil. Jangan sampai ijasah kita menyempitkan ruang gerak kita. Jangan sampai pula diri kita membatasi ruang gerak mimpi kita.
Kita boleh bergelar di sarjana maupun pasca sarjana. Ada konsekuensinya.
Kita boleh lulus dari SMA saja. Ada konsekuensinya.
Kita boleh lulus SMP saja. Ada konsekuensinya. Bu Susi lebih paham karena melewati fase ini secara detail sampai menjadi menteri. Kalau ingin mencontohnya, contohlah seluruh perjuangannya. Bahkan kita boleh tak sekolah. Tapi juga ada konsekuensinya.

Dari seluruh wirausahawan di Indonesia, Bu Susi baru salah satunya.
Dari seluruh menteri di Indonesia, Bu Susi baru salah satunya.
Maka mana yang harus kita pilih untuk menjalani hidup kedepan?
Tentukan peluang paling relevan bagi diri kita masing-masing.


-HeLP-
15/10/17

0 komentar:

Posting Komentar

 

Look & See

TERIMAKASIH

Selamat menikmati. Jangan ragu memberi komentar, karena dari cermin orang lain kita melihat hal yang selama ini tersembunyi menghalangi kita berdiri.

About

It's about US
semua tulisan di blog ini merupakan karya saya sendiri, Hendra Laksana Putra. Jika ada yang bukan dari saya, sebisa mungkin saya sertakan sumbernya. Mohon untuk di koreksi yaaaa . . . . Terimakasih. Don't forget to be happy . . . .